DALAM dunia mode, ada satu busana yang tak lekang oleh waktu dan tetap menjadi simbol kekuatan serta keanggunan perempuan: power suit. Lebih dari sekadar setelan jas dan celana atau rok, power suit telah berevolusi menjadi fashion statement bagi perempuan yang ingin menunjukkan kekuasaan, kepercayaan diri, dan kontrol atas identitas mereka di ruang publik.
Tak heran jika sosok-sosok berpengaruh seperti Ibu Negara Prancis Brigitte Macron hingga mantan Ibu Negara AS Melania Trump menjadikannya pilihan utama dalam berbagai kesempatan resmi.
Brigitte Macron dikenal dengan gaya modis dan elegan yang menggabungkan struktur maskulin power suit dengan sentuhan feminin seperti warna-warna netral, potongan ramping, dan aksesoris minimalis. Sementara Melania Trump kerap tampil dalam power suit bernuansa tegas seperti hitam, navy, atau putih gading, memperkuat citra dirinya sebagai figur publik yang anggun namun penuh pengaruh.
Keduanya membuktikan bahwa power suit bukan hanya busana formal, tetapi juga pernyataan visual atas peran mereka sebagai perempuan kuat dalam lingkup politik global.
Fenomena ini bukan hal baru. Sejak era 1980-an, power suit menjadi simbol perempuan karier yang ingin mengambil tempat di dunia yang didominasi laki-laki. Setelan jas yang dulu lekat dengan maskulinitas kini justru menjadi senjata para perempuan untuk menegaskan eksistensinya. Desainer kenamaan seperti Yves Saint Laurent dengan Le Smoking-nya hingga Stella McCartney terus mengembangkan desain power suit yang modern, fleksibel, dan menyuarakan pemberdayaan.
Dalam dunia mode masa kini, power suit tidak lagi kaku dan seragam. Ia hadir dalam ragam warna, bahan, dan potongan yang bisa disesuaikan dengan karakter pemakainya. Baik dalam konteks korporat, politik, maupun sosial, power suit tetap menjadi pilihan andalan yang memadukan kekuatan dan keindahan. Bagi perempuan yang ingin tampil stylish sekaligus berwibawa, power suit adalah simbol bahwa kekuasaan bisa dikenakan, dan gaya bisa menjadi bentuk ekspresi jati diri.
KOMENTAR ANDA